About

Selasa, 04 September 2012

Katak Rawa "Kekar" Ditemukan di Riau

Selasa, 28 Agustus 2012 | 06:18 WIB/Lengan Hylarana rawa terlihat kekar karena adanya humeral gland.

Hylarana rawa
JAKARTA, KOMPAS.com — Satu lagi jenis katak baru ditemukan di Indonesia, menandakan bahwa Indonesia kaya akan beragam jenis amfibi. Spesies yang ditemukan kali ini dinamai Hylarana rawa.

Penemuan spesies ini melalui proses panjang. Pada tahun 2007, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan beberapa pihak menginventarisasi biodiversitas Suaka Margasatwa Giam-Siak Kecil. Tujuannya, sebagai acuan pengajuan suaka margasatwa sebagai cagar biosfer.

Dalam proses inventarisasi, peneliti dan teknisi herpetologi LIPI, Ir Mumpuni dan Mulyadi, berhasil mengambil satu spesimen katak yang kemudian dideskripsikan sebagai Hylarana rawa ini.

Jumlah spesimen yang berhasil dikoleksi hanya satu. Spesimen itu kemudian dibawa ke Museum Zoologi Bogor. Identifikasi morfologi saat itu hanya berhasil mengidentifikasi hingga tingkat genus, yakni Rana.

Rana sebelumnya adalah marga yang juga menaungi Hylarana. Karena perkembangan taksonomi, maka Rana sekarang terbagi menjadi beberapa marga baru, di mana Hylarana hanya salah satunya.

Identifikasi secara molekuler pada spesimen baru dilakukan Amir Hamidy dari Museum Zoologi Bogor bersama pembimbing S-3-nya di Kyoto University, Masafumi Matsui, pada tahun 2012.

"Dari hasil analisis molekuler dari mitokondria DNA, gen 16S rRNA, bisa diketahui bahwa MZB Amp 14656 (kode spesimen) merupakan jenis baru, dengan perbedaan jarak genetik yang cukup besar 13,9–15,7 persen dari jenis-jenis lain sekerabatnya," urai Amir.

Peneliti juga membandingkan spesimen dengan tiga jenis katak segenus lain, Hylarana baramica, Hylarana laterimaculata, dan Hylarana glandulosa. Ciri-ciri yang membedakan jenis-jenis tersebut diidentifikasi.

"Karena MZB Amp 14656 merupakan spesimen jantan, maka kami berhasil mengidentifikasi salah satu karakter seks sekunder, yaitu memiliki humeral gland (kelenjar di lengan atas) yang sangat besar dibandingkan dengan ukuran badannya," jelas Amir. Kelenjar tersebut membuat lengan katak terkesan kekar.

Selain karakteristik itu, dalam surat elektronik kepada Kompas.com, Senin (27/8/2012), Amir juga mengatakan bahwa Hylarana rawa memiliki selaput kaki yang minimal, tak seperti katak jenis lain.

Tentang nama "rawa" sendiri, Amir mengatakan, nama itu dipilih sesuai habitatnya di rawa. Menurutnya, tak banyak jenis katak yang bisa beradaptasi dan hidup di lingkungan rawa gambut yang asam.

Setelah deskripsi Hylarana rawa sebagai spesies baru, pencarian lagi spesies itu masih perlu dilakukan. Hingga saat ini, informasi biologi seperti populasi dan status konservasinya belum diketahui.

"Jangan sampai penemuan kali ini menjadi yang terakhir ditemukannya Hylarana rawa. Kekhawatiran ini cukup beralasan karena amfibi merupakan hewan yang sangat rentan dengan perubahan lingkungan, termasuk pemanasan global," ungkap Amir.

Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Current Herpetology edisi Juni 2012.

dikutip dari autoband
Add to Cart More Info

Senin, 03 September 2012

Rumah Tradisional Flores Raih Penghargaan Tertinggi UNESCO



Mbaru Niang, rumah tradisional di Wae Rebo, Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur, meraih Award of Excellence, anugerah tertinggi dalam UNESCO Asia-Pacific Awards for Cultural Heritage Conservation 2012.

Dalam siaran persnya, Senin (27/8), badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang membidangi urusan budaya dan ilmu pengetahuan itu mengatakan pemberian Award of Excellece kepada Mbaru Niang adalah bentuk pengakuan baru terhadap konservasi arsitektural.

"Ketika warisan nonbenda dan wawasan tradisional membentuk dasar metode konservasi," tutur Tim Curtis, Ketua Juri dan Kepala Unit Budaya Unesco Bangkok.

UNESCO memberi penghargaan terhadap Yayasan Rumah Asuh, yang dipelopori oleh arsitek ulung Yori Antar, yang berhasil memimpin proyek arsitektur di Wae Rebo, memanfaatkan tradisi lokal dan memberdayakan warga setempat untuk membangun kembali rumah tradisional di wiayah di ujung barat Flores itu.

"Dengan mengangkat wawasan tradisional dalam meneruskan format arsitektur dan praktek pembangunan (Mbaru Niang), proyek itu telah menjaga keberlangsungan hidup lingkungan lokal dan mempromosikan kebanggaan serta semangat dari komunitas lokal," tulis UNESCO.

Mbaru Niang sendiri mendapat penghargaan itu setelah menyisihkan 42 warisan budaya lain dari 11 negara di Asia. Peraih penghargaan dipilih berdasarkan sejumlah kriteria seperti bagaimana situs itu mencerminkan semangat lokal, kegunaan, kontribusinya terhadap lingkungan sekitar, dan keberlangsungan budaya serta sejarah lokal.

Untuk bisa masuk dalam pemilihan itu sendiri situs yang didaftarkan harus berusia lebih dari 50 tahun dan proses restorasinya harus telah rampung dalam 10 tahun terakhir.

Selain Mbaru Niang sejumlah penghargaan lain diberikan kepada Sethna Buildings di Mumbai dan Sistem Pengairan di Hampi, keduanya di India untuk kategori Awards of Distinction. Sementara Kompleks Zhizhusi di China, Kuil Chandramauleshwa di Hampi, India, dan Masjid Khilingrong di Shigar, Pakistan mendapat Awards of Merit.

Adapun William Street Precinct di Perth, Australia dan Jaisalmer Fort di Rajasthan, India mendapat Honourable Mention.


Dikutip dari ibnutiangfei 
Add to Cart More Info